Senin, 22 Juli 2019

CERPEN BAPAK


Selamat Jalan, Ayah….

            Air mataku tak tertahankan ketika mendengar vonis dokter.  Ayahku mengidap penyakit paru-paru. Mendengar hal itu, sontak aku kaget bercampur sedih. Langit seakan runtuh, angan pun jatuh. Ingin kuteriak sekencang-kencangnya…..tapi apa dayaku. Lemas terasa seluruh tubuhku.  Tapi aku mencoba  bersikap tenang karena aku  tidak ingin membuat ibuku menjadi panik dan sedih.  Penyakit ayahku  muncul mungkin  diakibatkan sewaktu mudanya yang sering merokok.
            Beberapa hari sebelumnya ayahku berobat ke dokter Lan yang merupakan langgannya sejak dulu. Dokter Lan terletak di Kalipah Apo. Kata dokter Lan, ayahku menderita sakit jantung. Entah mana yang benar tapi aku beserta keluarga tetap  berusaha mengobati penyakit yang telah bersarang di tubuh ayahku.

            Sabtu itu, kumengantar anakku mau mengikuti lomba cerdas cermat yang diselenggarakan di sekolahnya. Aku dan suamiku berusaha menghadirinya karena ingin memberikan motivasi dan semangat kepada buah hatiku tercinta. Sebenarnya anakku juga menginginkan kehadiran kakeknya dalam perlombaan itu, tapi karena kondisi, maka ayah juga tidak bisa nonton. Tak lama suamiku pergi lagi karena ada tugas menanti di sekolah.

Beberapa jam kemudian terdengar HPku bordering ….
Kriiing…kriiing… “Ma, cepat pulang, Bapak sesak nafas”, seru suamiku. Mendengar hal itu dengan tidak sadar aku dan anakku langsung menangis. Tapi aku mencoba kuat dan menenangkan anakku.. Aku merasakan getaran yang tak biasa dan ada firasat yang aneh. Dalam hatiku terbersit, ya Alloh takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

            Yang membuat kami terharu adalah sikap ayah yang seolah-olah tidak memiliki keluhan. Entahlah…Apakah ayah memang sudah pasrah atau tidak ingin membuat anak-anaknya sedih.  T   Tiap subuh seperti biasa kubangunkan ayahku. Beliau ternyata sedang melaksanakan sholat subuh.
“Mana qur’an ?” kata ayahku. Lalu aku serahkan qur’an.

            Alhamdulillah ayah tidak lupa selalu membaca ayat suci Al-qur’an. Walaupun sudah termakan usia, ayahku tidak terkena penyakit pikun. Beberapa bulan sebelumnya beliau berkunjung ke rumah adikku yang bungsu, yang bertugas di Cianjur. Bahkan , dua hari sebelum meninggal ayahku sempat  mengunjungi kakaknya di jalan Pagarsih. Sepulang dari uwa ayah dengan keponakan makan sate sama gule. Yang merupakan makanan kesukaannya. Begitu pulang kerumah beliau terlihat sumringah, bercahaya seakan tidak ada beban.

            “Bapak udah dari mana?” Tanyaku mencoba menyapa beliau.
            “Bapak sudah ke rumah Uwa, ingin ketemu, rindu rasanya”. Alhamdulillah sebelum kepergiannya, ayahku sempat silaturahmi dengan kakaknya yang tinggal satu-satunya.

Terkadang aku tak habis pikir, mengapa ayah  begitu kuat menghadapi keadaan dan ayahku tidak manja. Terbukti beliau sering jalan sendiri ke Cianjur, tempat anaknya yang bungsu yang  sangat dibanggakan oleh ayah juga keluarga.  Sebenarnya kami anak-anaknya sangat khawatir dengan kesehatan beliau. Ayah adalah sosok orang yang  terjaga kelakuannya, sederhana penampilannya, rendah hati terhadap siapa saja, juga tidak mementingkan diri sendiri. Aku sangat mengagumi ayahku karena sikapnya yang selalu mengalah dan bersahaja. Jika sehari saja aku tak melihatnya, aku merasa kehilangan. Sebelum berangkat kerja, kerap aku mencium tangannya.  Bahkan sampai akhir hayatnya pun aku sempat komunikasi dan mencium ayahku. Yang terpenting juga ayahku adalah sosok yang bijaksana. Kebetulan Allah SWT menitipkan beberapa rumah kontrakan, ada beberapa yang tidak membayar, ayahku merelakannya.

“Tidak apa-apa, itu bukan rejeki kita, “Seru ayah kepada ibu dan anak-anaknya.
Ayahku sangat bijaksana  kepada orang yang betul-betul memerlukan pertolongan. Kami sangat bersyukur  karena berkat kebaikan bapak Alloh SWT membalasnya berlipat-lipat. Ayahku diberi hadiah bisa naik haji, dan anak-anaknya kini sudah bisa hidup mandiri.
Dengan dibantu tongkat ayahku selalu menjemput sang mentari, tepat di depan rumahku.
“Mau ke mana, Pak? Tanya pak Indra, yang merupakan  tetangga dekatku.
”Mau jalan-jalan, “ Jawab ayah lirih

Kami tinggal di kompleks Citarip. Alhamdulillah hidup kami tentram dan damai. Lingkungan di sekitar sana sangat religus. Makanya ayahku  betah tinggal d kompleks itu. Beliau suka bercengkrama dengan pak Indra yang merupakan sahabat ayahku.
 Kami sebagai anak-anaknya sangat kagum dan salut terhadap kerendahan hati ayah.  Para tetangga banyak yang merasa kehilangan ayah.  Bapak adalah sosok yang mudah akrab dengan siapa saja. Beliau dikenal juga suka humor.

Takada lagi yang minta dibelikan sate, gule, makanan yang merupakan pavorit ayahku.
“Mana  sate, Lin? Seru ayahku. Aku, suami juga anak-anak yang lain sangat hapal dengan makanan pavorit ayah. Walaupun dalam hati kecil kami suka ada kekhawatiran karena kalau makan itu terus-menerus takut terkena kolesterol. Akan tetapi karena keinginan ayahku, kami sebagai anak-anaknya  mengabulkan keinginannya.

Satu hari sebelum ayahku pergi, ada yang seperti hendak bertamu malam-malam, tepatnya pukul 02.00 WIB dini hari.

“Assalamualikum…” terdengar seperti ada tamu di luar rumah.
“Waalaikumsalam…” seru ayah dan ibuku. Tapi anehnya pas ayah dan ibuku terbangun lalu melihat di jendela pintu, tidak terlihat ada tamu yang tadi mengucap salam. Kini kami baru sadar bahwa tamu itu  mungkin malaikat maut yang hendak menjemput ayahku.
Kini ayahku sudah pergi, kembali ke haribaan Sang Illahi. Masalah rejeki, jodoh, kematian itu merupakan rahasia Allah SWT. Akhirnya aku teringat lagi, kita tidak boleh sedih. Kita semua adalah milik Allah SWT dan kelak akan kembali pada-Nya.Allah SWT mempunyai hak prerogatif. Alhamdulillah, beberapa jam sebelum ajal menjemput ayahku, aku sempat mewudzukan ayahku. Kubersikan tangan, hidung, muka, rambut, kaki dengan bersih. Setelah itu, ayahku melaksanakan sholat dzuhur.

“Bersih sekali muka ayah…masih terlihat gurat-gurat ketampanan ayah….” Seruku dalam hati. Aku terus menatap ayahku dan seakan enggan ditinggalkan olehku.
“Ayah, ini hadiah peci haji buat ayah, semoga lekas sembuh yaa…” Seruku
“Nuhun…Bapakku menjawab. Seakan ada perasaan senang di hatinya. Apalagi beliau mendengar dan melihat anak dan cucu serta saudara yang lainnya berkumpul menjenguknya. Hadir juga tetangga sekitar turut mendoakan ayahku. Alhamdulillah tetangga kami sangat baik. Mereka peduli dan penuh perhatian kepada kami.

            Aku sangat bangga mempunyai ayah yang baik, perhatian, dan penyayang. Aku sangat bersyukur ayahku begitu bijaksana. Beliau senantiasa mengalah di saat rintangan menghadang. Alhamdulilah, ternyata buah dari kesabaran rejeki ayahku mengalir dari Alloh SWT. Beliau adalah superman karena sudah  bisa mengasuh, membimbing dan mendidik kami sebanyak  sembilan orang hingga bisa mandiri seperti sekarang. Aku sangat bangga mempunyai ayah yang jarang mengeluh walau penyakit menderanya. Ayah adalah sosok yang luar biasa soleh, beliau tidak merepotkan kami, ayah sangat tidak menjadi beban kami. Semoga beliau merasa senang di sana, diberi tempat terindah oleh Allah SWT dan diampuni segala dosa-dosanya….Aamiin. tak terasa air mataku mengali mengucur dengan deras. Kami merasa kehilangan sososk ayah yang sangat baik, sabar dan juga sederhana. Dari dulu ayah suka memompa hati juang kami ‘tuk terus berpacu di tengah persaingan zaman. Ayahku selalu menanamkan sikap sabar dalam menghadapi segala coban hidup. Hal itulah yang membuat aku tegar, contohnya selama  bertahun-tahun aku diberi tugas sebagai staff humas oleh bapak kepala sekolah, tempat aku mengajar. Alhamdulillah aku jadi memiliki mental yang cukup tangguh. Ayahku orang yang kuat, ya aku juga harus jadi  orang yang kuat layaknya seperti ayah, yang merupakan idolaku.

Tepat pukul 04.25 WIB terdengar  adzan berkumandang, para tetangga dan orang-orang masjid melaksanakan sholat subuh berjamaah di rumah, menyolatkan jenazah. Aku sama saudara-saudaraku yang lain membaca Surat Yassin, tak terasa deraian air mata tak henti-hentinya mengalir. Aku dan saudara-saudaraku tak henti-hentinya berdoa untuk ayah yang sudah terbujur kaku.

Beberapa jam kemudian, berdatanganlah teman-temanku dari SMA Negeri 18 Bandung, teman-teman kakakku dari SD Babakan Tarogong dan juga tetangga ayah dari jalan H. Zakaria.
“Lin, turut berduka cita ya,” Seru teman-temanku. Aku tak kuasa menahan sedih dan linangan air mata. Peristiwa itu bagai mimpi di siang bolong, seakan tak percaya dengan apa yang telah terjadi.
 “Lin, semoga arwah almarhum  ayah diampuni segala dosanya, diterima segala amal ibadahnya dan diberikan tempat terbaik di sisi Allah SWT.” Aamiin seruku. “Bertubi-tubi ucapan doa disampaikan kepada almarhum. Ayah dimakamkan di Garut, sesuai dengan wasiatnya.
Awan menghiasi langit yang terlihat senja seakan  turut berduka dengan kepergian ayah. Bergelayut sendu   mengiringi kami menuju Garut.
Tugas aku juga putra-putra bapak yang lain, kerap mengirim doa untuk ketenangan dan kebahagiaan ayah yang sudah ada di alam barzah. Kami sebagai orang yang beriman berusaha menerima takdir dari Sang Illahi.
“Ma, semua manusia akan kembali menghadap-Nya, kita sebagai manusia hanya bisa menerima takdir dengan penuh kepasrahan. Insya Alloh surga  menanti buat ayah kita tercinta,” tutur suamiku.
Kini aku membuat rumah belajar.  Kami sekeluarga suka melaksanakan sholat berjamaah dilanjutkan ngaji bersama-sama yang pahalanya ditujukan untuk bapak.
Terkadang aku merasa sedih, karena ayahkuku belum melihat aku menyetir  mobil sendiri padahal aku sudah mengikut kursus.
“Ayah, yuu  kita jalan-jalan, Lina yang nyetirnya,”Seruku kepada ayah. Ayahku tersenyum seakan ada pancaran bahagia di hatinya karena mendengar putranya mempunyai mimpi.Aku belum berani menyetir  mobil sendiri. Kebetulan jalan di kompleks kami pas satu mobil. Kini sudah membuat rumah belajar di rumah. Banyak buku-buku dan Alquran yang tlah dipajang.  Sholat magrib dilaksanakan secara berjamaah, dan juga mengaji bersama-sama. Semua pahalanya kutujukan untuk ayahku tercinta. Hanya sayangnya, beliau tidak sempat melihatnya. Ayah kini sudah tiada, tidak ada lagi tempat berbagi suka duka. Tidak ada lagi humor
“Selamat jalan Ayah…..Semoga engkau berbahagia di alam sana dan  Allah SWT  senantiasa memberikan tempat terindah di sisi-Nya. Aamiin Yaa Rabbal Aalamiin.

                                                        ***
Biodata Penulis/Pengarang

LINA FERA HERLIANA, S.Pd
          Lahir di Bandung, 27 Februari 1972. Warga Bandung dari suku
Sunda Garut (Ayah dan Ibu). Pernah studi di Jurusan Diksatrasia FPBS IKIP Bandung. Mengajar di SMA Negeri  18 Bandung. Hobby:  Membaca dan menulis. Tugas tambahan di SMAN 18 Bandung: Staff Humas, Wali kelas dan Pembina Mading. Pernah menulis artikel di Forum Guru  PR, menulis cerpen dan puisi di Majalah Bandung Juara. Alamat: Kompleks Citarip Barat Jalan Citarip Tengah I No. 17 RT 03 RW 09 Kelurahan Kopo, Kecamatan Bojongloa Kaler. HP 087823234897, E-mail: linaferaherliana@gmail.com, FB: Lina Fera Herliana.

8 komentar:

  1. Cerpen nya sangat menarik dan menyentuh

    BalasHapus
  2. Cerpennya menarik. Dalam segi bahasanya juga bagus

    BalasHapus
  3. Sangat menginspirasi sekali,terus semangat dalam berkarya
    -Najla ipa2

    BalasHapus
  4. terus semangat dalam berkarya bu
    syaswa 11 mipa 1

    BalasHapus
  5. Bu, ceritanya mengharukan. Saya sampai hampir menangis membacanya. Semangat bu, semoga diberi kemudahan dalam setiap hal

    BalasHapus
  6. Semangat terus untuk berkarya

    Azwan Nazril Attalloh XI-1

    BalasHapus