Selamat
Jalan, Ayah….
Air
mataku tak tertahankan ketika mendengar vonis dokter. Ayahku mengidap penyakit paru-paru. Mendengar
hal itu, sontak aku kaget bercampur sedih. Langit seakan runtuh, angan pun
jatuh. Ingin kuteriak sekencang-kencangnya…..tapi apa dayaku. Lemas terasa
seluruh tubuhku. Tapi aku mencoba bersikap tenang karena aku tidak ingin membuat ibuku menjadi panik dan
sedih. Penyakit ayahku muncul mungkin diakibatkan sewaktu mudanya yang sering
merokok.
Beberapa
hari sebelumnya ayahku berobat ke dokter Lan yang merupakan langgannya sejak
dulu. Dokter Lan terletak di Kalipah Apo. Kata dokter Lan, ayahku menderita
sakit jantung. Entah mana yang benar tapi aku beserta keluarga tetap berusaha mengobati penyakit yang telah
bersarang di tubuh ayahku.
Sabtu
itu, kumengantar anakku mau mengikuti lomba cerdas cermat yang diselenggarakan
di sekolahnya. Aku dan suamiku berusaha menghadirinya karena ingin memberikan
motivasi dan semangat kepada buah hatiku tercinta. Sebenarnya anakku juga
menginginkan kehadiran kakeknya dalam perlombaan itu, tapi karena kondisi, maka
ayah juga tidak bisa nonton. Tak lama suamiku pergi lagi karena ada tugas
menanti di sekolah.
Beberapa
jam kemudian terdengar HPku bordering ….
Kriiing…kriiing…
“Ma, cepat pulang, Bapak sesak nafas”, seru suamiku. Mendengar hal itu dengan
tidak sadar aku dan anakku langsung menangis. Tapi aku mencoba kuat dan
menenangkan anakku.. Aku merasakan getaran yang tak biasa dan ada firasat yang
aneh. Dalam hatiku terbersit, ya Alloh takut terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan.
Yang
membuat kami terharu adalah sikap ayah yang seolah-olah tidak memiliki keluhan.
Entahlah…Apakah ayah memang sudah pasrah atau tidak ingin membuat anak-anaknya
sedih. T Tiap subuh seperti biasa kubangunkan ayahku.
Beliau ternyata sedang melaksanakan sholat subuh.
“Mana
qur’an ?” kata ayahku. Lalu aku serahkan qur’an.
Alhamdulillah ayah tidak lupa selalu membaca ayat suci Al-qur’an. Walaupun sudah termakan usia, ayahku tidak terkena penyakit pikun. Beberapa bulan sebelumnya beliau berkunjung ke rumah adikku yang bungsu, yang bertugas di Cianjur. Bahkan , dua hari sebelum meninggal ayahku sempat mengunjungi kakaknya di jalan Pagarsih. Sepulang dari uwa ayah dengan keponakan makan sate sama gule. Yang merupakan makanan kesukaannya. Begitu pulang kerumah beliau terlihat sumringah, bercahaya seakan tidak ada beban.
“Bapak
udah dari mana?” Tanyaku mencoba menyapa beliau.
“Bapak
sudah ke rumah Uwa, ingin ketemu,
rindu rasanya”. Alhamdulillah sebelum kepergiannya, ayahku sempat silaturahmi
dengan kakaknya yang tinggal satu-satunya.
Terkadang
aku tak habis pikir, mengapa ayah begitu
kuat menghadapi keadaan dan ayahku tidak manja. Terbukti beliau sering jalan
sendiri ke Cianjur, tempat anaknya yang bungsu yang sangat dibanggakan oleh ayah juga
keluarga. Sebenarnya kami anak-anaknya
sangat khawatir dengan kesehatan beliau. Ayah adalah sosok orang yang terjaga kelakuannya, sederhana penampilannya,
rendah hati terhadap siapa saja, juga tidak mementingkan diri sendiri. Aku
sangat mengagumi ayahku karena sikapnya yang selalu mengalah dan bersahaja.
Jika sehari saja aku tak melihatnya, aku merasa kehilangan. Sebelum berangkat
kerja, kerap aku mencium tangannya. Bahkan sampai akhir hayatnya pun aku sempat
komunikasi dan mencium ayahku. Yang terpenting juga ayahku adalah sosok yang
bijaksana. Kebetulan Allah SWT menitipkan beberapa rumah kontrakan, ada
beberapa yang tidak membayar, ayahku merelakannya.
“Tidak
apa-apa, itu bukan rejeki kita, “Seru ayah kepada ibu dan anak-anaknya.
Ayahku
sangat bijaksana kepada orang yang
betul-betul memerlukan pertolongan. Kami sangat bersyukur karena berkat kebaikan bapak Alloh SWT
membalasnya berlipat-lipat. Ayahku diberi hadiah bisa naik haji, dan
anak-anaknya kini sudah bisa hidup mandiri.
Dengan
dibantu tongkat ayahku selalu menjemput sang mentari, tepat di depan rumahku.
“Mau
ke mana, Pak? Tanya pak Indra, yang merupakan
tetangga dekatku.
”Mau
jalan-jalan, “ Jawab ayah lirih
Kami
tinggal di kompleks Citarip. Alhamdulillah hidup kami tentram dan damai.
Lingkungan di sekitar sana sangat religus. Makanya ayahku betah tinggal d kompleks itu. Beliau suka
bercengkrama dengan pak Indra yang merupakan sahabat ayahku.
Kami sebagai anak-anaknya sangat kagum dan
salut terhadap kerendahan hati ayah. Para tetangga banyak yang merasa kehilangan
ayah. Bapak adalah sosok yang mudah
akrab dengan siapa saja. Beliau dikenal juga suka humor.
Takada
lagi yang minta dibelikan sate, gule, makanan yang merupakan pavorit ayahku.
“Mana sate, Lin? Seru ayahku. Aku, suami juga
anak-anak yang lain sangat hapal dengan makanan pavorit ayah. Walaupun dalam
hati kecil kami suka ada kekhawatiran karena kalau makan itu terus-menerus
takut terkena kolesterol. Akan tetapi karena keinginan ayahku, kami sebagai
anak-anaknya mengabulkan keinginannya.
Satu
hari sebelum ayahku pergi, ada yang seperti hendak bertamu malam-malam,
tepatnya pukul 02.00 WIB dini hari.
“Assalamualikum…”
terdengar seperti ada tamu di luar rumah.
“Waalaikumsalam…”
seru ayah dan ibuku. Tapi anehnya pas ayah dan ibuku terbangun lalu melihat di
jendela pintu, tidak terlihat ada tamu yang tadi mengucap salam. Kini kami baru
sadar bahwa tamu itu mungkin malaikat maut
yang hendak menjemput ayahku.
Kini
ayahku sudah pergi, kembali ke haribaan Sang Illahi. Masalah rejeki, jodoh,
kematian itu merupakan rahasia Allah SWT. Akhirnya aku teringat lagi, kita
tidak boleh sedih. Kita semua adalah milik Allah SWT dan kelak akan kembali
pada-Nya.Allah SWT mempunyai hak prerogatif. Alhamdulillah, beberapa jam
sebelum ajal menjemput ayahku, aku sempat mewudzukan ayahku. Kubersikan tangan,
hidung, muka, rambut, kaki dengan bersih. Setelah itu, ayahku melaksanakan
sholat dzuhur.
“Bersih
sekali muka ayah…masih terlihat gurat-gurat ketampanan ayah….” Seruku dalam
hati. Aku terus menatap ayahku dan seakan enggan ditinggalkan olehku.
“Ayah,
ini hadiah peci haji buat ayah, semoga lekas sembuh yaa…” Seruku
“Nuhun…Bapakku
menjawab. Seakan ada perasaan senang di hatinya. Apalagi beliau mendengar dan
melihat anak dan cucu serta saudara yang lainnya berkumpul menjenguknya. Hadir
juga tetangga sekitar turut mendoakan ayahku. Alhamdulillah tetangga kami
sangat baik. Mereka peduli dan penuh perhatian kepada kami.
Aku sangat bangga mempunyai ayah yang baik, perhatian, dan penyayang. Aku sangat bersyukur ayahku begitu bijaksana. Beliau senantiasa mengalah di saat rintangan menghadang. Alhamdulilah, ternyata buah dari kesabaran rejeki ayahku mengalir dari Alloh SWT. Beliau adalah superman karena sudah bisa mengasuh, membimbing dan mendidik kami sebanyak sembilan orang hingga bisa mandiri seperti sekarang. Aku sangat bangga mempunyai ayah yang jarang mengeluh walau penyakit menderanya. Ayah adalah sosok yang luar biasa soleh, beliau tidak merepotkan kami, ayah sangat tidak menjadi beban kami. Semoga beliau merasa senang di sana, diberi tempat terindah oleh Allah SWT dan diampuni segala dosa-dosanya….Aamiin. tak terasa air mataku mengali mengucur dengan deras. Kami merasa kehilangan sososk ayah yang sangat baik, sabar dan juga sederhana. Dari dulu ayah suka memompa hati juang kami ‘tuk terus berpacu di tengah persaingan zaman. Ayahku selalu menanamkan sikap sabar dalam menghadapi segala coban hidup. Hal itulah yang membuat aku tegar, contohnya selama bertahun-tahun aku diberi tugas sebagai staff humas oleh bapak kepala sekolah, tempat aku mengajar. Alhamdulillah aku jadi memiliki mental yang cukup tangguh. Ayahku orang yang kuat, ya aku juga harus jadi orang yang kuat layaknya seperti ayah, yang merupakan idolaku.
Tepat
pukul 04.25 WIB terdengar adzan
berkumandang, para tetangga dan orang-orang masjid melaksanakan sholat subuh
berjamaah di rumah, menyolatkan jenazah. Aku sama saudara-saudaraku yang lain
membaca Surat Yassin, tak terasa deraian air mata tak henti-hentinya mengalir.
Aku dan saudara-saudaraku tak henti-hentinya berdoa untuk ayah yang sudah
terbujur kaku.
Beberapa
jam kemudian, berdatanganlah teman-temanku dari SMA Negeri 18 Bandung, teman-teman
kakakku dari SD Babakan Tarogong dan juga tetangga ayah dari jalan H. Zakaria.
“Lin,
turut berduka cita ya,” Seru teman-temanku. Aku tak kuasa menahan sedih dan
linangan air mata. Peristiwa itu bagai mimpi di siang bolong, seakan tak
percaya dengan apa yang telah terjadi.
“Lin, semoga arwah almarhum ayah diampuni segala dosanya, diterima segala
amal ibadahnya dan diberikan tempat terbaik di sisi Allah SWT.” Aamiin seruku. “Bertubi-tubi
ucapan doa disampaikan kepada almarhum. Ayah dimakamkan di Garut, sesuai dengan
wasiatnya.
Awan
menghiasi langit yang terlihat senja seakan
turut berduka dengan kepergian ayah. Bergelayut sendu mengiringi kami menuju Garut.
Tugas
aku juga putra-putra bapak yang lain, kerap mengirim doa untuk ketenangan dan
kebahagiaan ayah yang sudah ada di alam barzah. Kami sebagai orang yang beriman
berusaha menerima takdir dari Sang Illahi.
“Ma,
semua manusia akan kembali menghadap-Nya, kita sebagai manusia hanya bisa
menerima takdir dengan penuh kepasrahan. Insya Alloh surga menanti buat ayah kita tercinta,” tutur
suamiku.
Kini
aku membuat rumah belajar. Kami
sekeluarga suka melaksanakan sholat berjamaah dilanjutkan ngaji bersama-sama
yang pahalanya ditujukan untuk bapak.
Terkadang
aku merasa sedih, karena ayahkuku belum melihat aku menyetir mobil sendiri padahal aku sudah mengikut
kursus.
“Ayah,
yuu kita jalan-jalan, Lina yang
nyetirnya,”Seruku kepada ayah. Ayahku tersenyum seakan ada pancaran bahagia di
hatinya karena mendengar putranya mempunyai mimpi.Aku belum berani menyetir mobil sendiri. Kebetulan jalan di kompleks
kami pas satu mobil. Kini sudah membuat rumah belajar di rumah. Banyak
buku-buku dan Alquran yang tlah dipajang.
Sholat magrib dilaksanakan secara berjamaah, dan juga mengaji
bersama-sama. Semua pahalanya kutujukan untuk ayahku tercinta. Hanya sayangnya,
beliau tidak sempat melihatnya. Ayah kini sudah tiada, tidak ada lagi tempat
berbagi suka duka. Tidak ada lagi humor
“Selamat
jalan Ayah…..Semoga engkau berbahagia di alam sana dan Allah SWT
senantiasa memberikan tempat terindah di sisi-Nya. Aamiin Yaa Rabbal
Aalamiin.
***

Biodata
Penulis/Pengarang
LINA
FERA HERLIANA, S.Pd
Lahir di Bandung, 27 Februari 1972.
Warga Bandung dari suku
Sunda Garut (Ayah dan Ibu). Pernah studi
di Jurusan Diksatrasia FPBS IKIP Bandung. Mengajar di SMA Negeri 18 Bandung. Hobby: Membaca dan menulis. Tugas tambahan di SMAN 18
Bandung: Staff Humas, Wali kelas dan Pembina Mading. Pernah menulis artikel di
Forum Guru PR, menulis cerpen dan puisi
di Majalah Bandung Juara. Alamat: Kompleks Citarip Barat Jalan Citarip Tengah I
No. 17 RT 03 RW 09 Kelurahan Kopo, Kecamatan Bojongloa Kaler. HP 087823234897,
E-mail: linaferaherliana@gmail.com,
FB: Lina Fera Herliana.
Cerpen nya sangat menarik dan menyentuh
BalasHapusCerpennya menarik. Dalam segi bahasanya juga bagus
BalasHapusCerpennya bagus
BalasHapusSangat menginspirasi sekali,terus semangat dalam berkarya
BalasHapus-Najla ipa2
terus semangat dalam berkarya bu
BalasHapussyaswa 11 mipa 1
Air mataku menetes di atas hape ini❤😭
BalasHapusBu, ceritanya mengharukan. Saya sampai hampir menangis membacanya. Semangat bu, semoga diberi kemudahan dalam setiap hal
BalasHapusSemangat terus untuk berkarya
BalasHapusAzwan Nazril Attalloh XI-1